Semacam Serendipity

Di kala hujan … Tiba-tiba namamu muncul lagi di antara linimasa salah satu kontakku.

Ya … kamu. Komentarmu muncul di salah satu postingan temanku mengenai kencur. Hahahah … Rupanya, kencur mampu mengatasi serak di musim yang tak tentu kapan hujan kapan panas seperti sekarang ini. Melihat wajahmu di kolom komentar seperti itu, sebetulnya sempat membuat hati ini sedikit berbinar setelah dirimu hilang ditelan jutaan linimasa yang ada di dunia maya.

Kamu … Memang semacam Serendipity yang timbul tenggelam tak tentu waktu. Kalau nasib sedang ‘baik’ mungkin aku bisa sedikit berbinar melihat namamu muncul di antara kolom komentar teman-temanku yang hanya 3 orang bersinggungan denganmu. Bisa dibayangkan betapa langkanya aku bisa ‘melihat’ kamu di antara langkanya postingan temanku.

Kamu … Aku merasa seperti tahu banyak tentangmu, walaupun entah bagaimana caranya bisa berhadapan denganmu. Aku faham joke-joke garingmu yang sepertinya justru bisa membuatku tertawa gila. Aku nikmati rekaman perjalananmu, foto-fotomu ke tempat-tempat aneh di ujung bumi yang bisa membuatku merasa berada ada di situ … denganmu. Aku bahkan catat itu untuk perjalan-perjalananku sendiri, supaya aku bisa merasakan pengalamanmu. Walaupun tidak denganmu.

Entah apa yang bisa membuatmu jadi Serendipity ku. Kita tidak bertukar buku dengan suatu tulisan di dalamnya dan nasib yang nantinya akan mempertemukan. Mungkin kamu bahkan tidak tahu bahwa ada aku yang berkantor di ujung lain dari jalanan utama nan panjang di ibukota ini di mana kantormu berada. Ya … Aku di sini. Menanti dalam Game of Faith yang seru ini sambil berharap akan bermuara di ujung jalan yang sama.

 

 

#ceritapath

#pathstory

#kisahsaathujan

 

Poor Service!

Bandara Soekarno Hatta earlier today.
Honestly, saya ga inget terakhir kali saya check in di suatu counter maskapai penerbangan internasional dan ditanyain tiket balik dengan pandangan yang kurang mengenakkan. Ah … Mungkin saya hanya sekedar sensi. Atau mungkin biasanya saya selalu menggunakan maskapai yang sama untuk pp jd ga pernah ditanyain tiket balik?
Tapi sebetulnya saya udah krasa dari sebelum check in. Karena counter nampak adem ayem, saya nanya dong … Apakah saya bisa check in saat itu, jawabannya agak ngasal. Nanti … Jam 7!

Ah … Saya pikir maghriban dulu aja deh. Kemudian saya tanya lagi, musholla di mana ya? Apa saya harus keluar lagi? Karena sebagai traveler subuh hari atau tengah malam buta, saya kurang faham lokasi musholla di area check in tsb.

Kayak kesel ditanyain, “Langsung lurus aja, gausah keluar.” OK … 
Selesai Maghriban, saya kembali ke counter check in tersebut. Karena masih ada beberapa orang di depan saya, saya ngikut antre di belakang mereka saja. Waktu masih lama … No hurry.
Tiba-tiba counter yang di ujung sendiri dibuka dan duduklah mbak itu di sana. 

“Hey mbak …” Sambil mengkode saya untuk ke meja dia. Di satu sisi saya agak flattered karena dipanggil mbak instead of ibu. But on the other hand, sepertinya cara mengundang customernya kok agak kurang sopan ya? So far … Menurut pengalaman saya, kalau ada meja layanan publik seperti ini, biasanya si petugas akan berdiri dan berkata, silakan … Bisa di sini. Or something similar. 
Pada saat saya approached meja counter, yang jelas senyum tidak ada. Greetings tidak ada. (Saya terlalu prosedural emang kalau involving service kek gini).

Saya tau diri aja untuk menunjukkan bookingan saya di HP supaya proses lebih cepat sambil cari passport di tas. 

“Udah cek in ya?”

“Sudah, ibu.” Jawab saya.

“Gak diprint boarding pass nya?”

“Sorry, harus diprint ya?” Tanya saya.

“Gak sih, nanya aja.” Wot Tje Fuk? What’s the point??? 

#masihkalem

“Passport?!” Tanpa babibu tolong or saya bisa lihat passportnya.

I handed over my passport.
“Tinggal di (negara tujuan) ya?” Saya langsung … Hmmm … Apa maksudnya?? Kok ga nanya aja, “Mo kerja ya mbak?” Atau “abis pulang kampung, balik ke majikan ya mbak?”

But then again, saya sensi aja kali.

Sambil senyum saya jawab, “Enggak.”

“Tiket baliknya mana?” Saya langsung mikir … Kok kayak dia petugas imigrasinya ya?

Saya tunjukkan lagi bookingan tiket pulang saya.

“Sampe kapan?”

Ini kepooo apa ngapain ya?

“Hanya 2 hari. Kenapa ya?” Mulai ngeluarin suara Nyai!! 

Sambil dia buka2 passport saya yang sudah 3 tumpuk itu. Baru mulai ramah suaranya, “OK, boarding jam 9” sambil oret2 boarding passnya.
Again, mungkin saya berekspektasi terlalu tinggi pada petugas bandara memiliki standart layanan yang sama? Apakah karena kali ini saya naik LCC jadinya petugasnya juga mentreat customernya beda dengan kalau saya naik full board airlines? Atau mungkin saya dipikir mbak2 TKW yang balik ke majikannya mengingat dandanan saya yg polos krn lg pas meler gini? Ahh … Mungkin saya harus dandan mekruk kayak Princess biar mereka ramah dg saya??  
Anyway anyhow, they should treat everyone equally based on service excellence. Gitu aja sih … 
*Ketak ketik sambil nunggu boarding.*

Mestakung

A new resolution has been made. An action plan is ready for action! Hari pertama dijalani dengan luar biasa, hari kedua kok pas bocor. Eh lhaaaaa … Bubar jalan!! Tapi masih semangat buat catch up abis selse bocornya kok hahahah …
Another thing that l just did menjelang pergantian dekade usia saya adalah being spontaneous! Suddenly bought a ticket to Singapore for midweek getaway. Hahahah … Never done this before but yeahhh … Why not? Mumpung dapet tiket murah. Alhamdulillah disyukuri!

Saya jadi mikir, ini just being spontaneous or impulsive?

So far, saya hanya anggap mestakung. Segala macam situasi mendukung. Kalau ga mestakung pasti ga kejadian. Tahun baru, saya mencoba mengikis boundaries yang menghalangi saya buat bahagia. If it makes me happy … Try to do it, gausah kebanyakan dipikir. 

Sounds simple? 

Mencoba Resolusi

10:56 Tuesday Night
Dengan mata kriyip-kriyip … Let me try to write something eventhough it’s only a few lines.

Trying to think out loud about so many things. Let’s start!

Resolution! The new year has been rolling for 5 days now. With so much excitements in 2015, l didn’t even have any idea about resolution whatsoever.

Kemarin saya sempet ngobrol dengan temen2 satu closed group WA yang mana group tersebut saking randomnya bisa dibuat ngobrolin apa aja. Topik saya kemaren adalan dreams alias ngimpi. Saya ngerasa telat mimpi aja karena berasa kaki saya menjejak terlalu lekat di bumi sehingga untuk buat sedikit lompatan kecilpun seperti tak sanggup atau mungkin tak berani.

Pindah ke ibukota, in some ways, banyak membuka mata saya mengenai hal ini. Melihat banyak kemajuan dari teman-teman yang bahkan jauh lebih muda dari saya cukup membuat saya sempat kecil hati. Berasa ‘nothing’, indeed! What have l done so far?? 

Some says, “Halah … Sawang sinawang! Orang lain liat kamu ya gitu …”

Well, OK lah kalau emang they put it that way but it’s still an eye opening situation which hopefully leads to a life changing experience. I do hope so. 

Anyway, let me share about the other feeling stories later on (as one of the resolutions action plans) and let me focus on sharing about this resolution stuff first. 

Kemudian saya terpikir buat berani menuliskan mimpi-mimpi, keinginan-keinginan satu per satu. Mimpi gak bayar toh? Kenapa harus takut? Dan kenapa saya tidak melakukan ini dari duluuuuu?? *semicim agak histeria massa*. Ah well, sudahlah … Memang jalannya baru ketemu sekarang ga usah disesali. Sama dengan tak perlu menyesali kenapa saya masih single sampe hampir kepala 4 seperti sekarang. Kemudian, tak sengaja nemu note FB tentang resolusi dari temen tercinta saya, miss Tyka, yang bikin shorter and achievable dreams. Sepuluh harian. Jadi selama setahun, there will be around 10 sets of dreams that l need to write down yang kemudian saya combine dengan my big dreams seperti Beli mobil, properti, tabungan haji, liburan ke Prague.

Kayak apa sih first set of resolution saya di awal tahun ini? Ternyata saya mau mulai yang simple aja.

1. Kembali menggalakkan home cooking.

Why? Lebih hemat walaupun lebih rempeus. Lebih sehat dan bisa lebih terkontrol ingredients nya. Hopefully bisa 50% sesuai juklak Food Combining yang lately udah jauh aja rasanya dari kehidupan sehari-hari saya.

2. Sholat on time

Agak religius sih, cuman simplenya begini, kalo ada yg janjian molor … Saya suka sebel. Nah … Saya mencoba untuk on time. Mencoba manut dengan jadwal dari Gusti Allah, semoga hidup kita diatur dengan lebih baik sambil menanti surprises indah dariNya.

3. Back to Writing!

Nah ini yg lagi saya coba kembali lakukan. Mencoba meluangkan 20-30 menit dari total hari buat nulis apa aja.
Well … Kita liat gimana jadinya? Baru ngejalanin dari kemarin siang. Ternyata … Saya merasa banyak hal yg bisa dilakukan. Pulkan, masak. Abis masak, biasanya saya keteleran capek … Eh masi sempet bersih2 baju dari Laundry masukin lemari. Sebelum tidur sempet nulis walopun baru 2 paragraf ketiduran. Bangun pagi (bukan subuh ya?), sempet masak dan nulis note ini … Allahu Akbar! Semoga berlanjut baik … Dan seperti kata mbak Ainun Chomsun, saya sedang mencoba memberi kaki pada mimpi saya … Bismillah. 

Pesan ManisĀ 

Terbangun dg pesan manis yg bikin meringis. Yes, surely ingin kuceritakan hal2 yang terlewat sehingga saat kau bangun tak ada cerita yg tertinggal.

Ingin kumulai dengan bagaimana dunia memperlakukanku selama ini. Manis, asem, asinnya … Ah, semoga tak membosankan dibandingkan dengan ceritamu yang pasti lebih seru menantang bahaya.

Atauuu … Sebaiknya aku mulai dengan cerita rindu. Rindu akan apalah itu namanya? Rindu yang diceritakan secara sederhana, seperti isyarat lampu kuning yg harusnya menyala sebelum lampu merah. Karena aku merasa akan terlalu puitis jika kuceritakan seperti isyarat yg disampaikan awan kepada hujan. Aku bukan Sapardi Djoko Damono. Aku hanya ingin merasakan senyummu dari jauh pada saat kau baca pesanku di pagi harimu.

Posting again

Sepertinya, confirmed bahwa saya ini adalah blogger kambuhan. Entah mengapa, menulis tidak semengalir dulu. Ide2 mandeg doang di kepala mau nulisnya syusyahhhhh!! 

Some people said that those social media kills creativity. Dulunya pada punya blog yg ‘bercerita’, dengan kedatangan medsos banyak orang merasa lebih instant buat mengekspresikan diri. Ga perlu merangkai kata-kata panjang nan lebar. Take picture – Short captions – Upload – Done!  That’s what usually happen. Sepertinya hal ini terjadi juga ke saya. 

Pengen Tereak!!

When things have gone so wrong, deep down l know kalau saya harus pasrah dan ikhlasin supaya saya bisa lebih maksimal dan tanpa beban buat benerinnya.

Tapi kalau dipendem sendiri, rasanya kok berat. Tapi kalau cerita ke temen apa berarti saya ga ikhlas ya?

Kalo lagi pas sangat complicated kayak gini, pengen rasanya punya someone yang bisa holding my hands untuk menguatkan dan peluk saya buat menenangkan saya. Gak salah kan pengen begini?

I don’t need to take any dramatic actions like nyampah di socmed about how miserable it is right now. We’ve had enough drama from those socmed junkies.

And then? Terus?

Tears are all you need

After all rejections I have experienced in my life, another one doesn’t make it a lot easier or make me get use to it. Really!!

Surprising? Yes! I was surprised myself. Felt like a total loser both in love and work. All I had was a huge disappointment. I’m still human. I’ve always been the wise one who tried to deal with things wisely. But not this time! Tears were all I had. Felt so alone and things went so wrong.

Sometimes, tears are all you need to ease the pain. It works!

Do’a

Good Morning, selamat pagi …

Hujan semalam cukup membawa kesegaran di pagi ini. Alhamdulillah.

Mencoba-coba beberapa doa. Ya … Mencoba-coba merapalnya dan mengkombinasikannya sambil mencoba mengambil esensinya. Untuk lajang seusia saya (nearly 40), suddenly saya merasa harus mencari what’s wrong with me sambil mencoba berdoa agar si ‘dia’ akhirnyaa datang juga ke hidup saya.

Membaca beberapa literatur dan melakukan beberapa saran dari teman dan kerabat, tidak ada yang jelek dan tidak ada yang salah. Diterima saja sambil ditelaah … Mencoba menghilangkan kosakata ‘tapi’ dalam kegiatan saya. Telan saja dulu semua dan menghilangkan sikap defensive dari tindakan saya.

Semoga berhasil.

*saatnya menghirup air jeruk nipis hangat untuk memulai hari*

Making Plans

Hawa cukup sejuk malam ini.

Hujan gemericik perlahan … Aroma petrichor menyegarkan jiwa dan menenangkan hati. So many things have changed lately. Berawal dari simple things yang buntut-buntutnya cukup merubah hidup. Jungkir balik? Ya … Sedikit. *sambil senyum manis*

Sambil menghirup ocha panas, di warung ramen yang cukup ramai ini, coba-coba merefleksikan kegundahan yang tertahan. Sebetulnya, tidak ada yang menyuruh menahan ya? Apakah memang karena sesungguhnya saya cukup introvert dengan bungkus yang begitu sanguine nya? Only God knows!

Dalam perjalanan ke warung ramen yang cukup sering saya kunjungi akhir-akhir ini, saya terpikir untuk menuliskan impian-impian yang selama ini bagaikan pasar malam mengisi kepala saya. Saya terpikir bahwa impian dan harapan harus saya tuliskan dengan detail sehingga saya punya track yang jelas buat ngelakoninya. Perhaps I should have done it years ago. Well … Better late than never.

Ah … Chicken tepanyaki pesanan saya sudah mengundang untuk dicolek. My guilty pleasure of the day!